GOA GAJAH
Obyek wisata Goa Gajah berada di desa Bedulu, kecamatan Blahbatuh,
kabupaten Gianyar. Dari ibukota Denpasar, hanya menempuh waktu lebih
kurang 45 menit atau berjarak sekitar 30 km kearah timur laut, berada di
jalur jalan raya antara Ubud ke Kintamani.
Goa Gajah merupakan obyek wisata bersejarah berupa gua tempat pertapaan
dan kegiatan agama Budha dan agama Siwa. Selain terdapat
artefak-artefak bersejarah, obyek wisata ini memiliki pemandangan alam
yang indah karena dikelilingi persawahan dan sungai kecil (pakung). Goa
Gajah dibangun pada tepi jurang dari pertemuan sungai kecil yang airnya
kemudian mengalir ke sungai Petanu. Karena pertemuan aliran dua buah
sungai yang disebut "campuhan" dipandang memiliki nilai magis, maka
tempat pertapaan tersebut dibangun.
Tempat pertapaan dan kegiatan agama Budha berada di seberang selatan
sungai sedangkan di seberang utara sungai merupakan tempat pertapaan dan
kegiatan agama Siwa. Asal-usul Goa Gajah belum dapat diketahui secara
pasti. Menurut kitab Jawa Kuno, Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu
Prapanca pada tahun 1365 Masehi, nama Goa Gajah berasal dari kata "Lwa Gajah", Lwa berasal dari lwah atau loh
yang berarti air atau sungai dan Gajah adalah nama sungai yang sekarang
disebut sungai Petanu. Pendapat lain mengatakan nama Goa Gajah berasal
dari arca Ganesha yang berada di dalam gua pada sudut barat laut di mana
arca Ganesha tersebut kepalanya memakai belalai seperti gajah. Pada
prasasti Dawan tahun 975 Saka dan prasasti Pandak Bandung menyebutkan
nama pertapaan "Antakunjarapada". Bila ditinjau dari arti kata 'kunjara' yang berarti gajah, dan 'anta' yang berarti akhir atau batas, sedangkan 'pada' berarti tempat atau wilayah. Dengan demikian Antakunjarapada
berarti tempat pertapaan yang terletak pada perbatasan wilayah Air
Gajah, yang sekarang disebut Goa Gajah. Pertapaan Goa Gajah yang dalam
bahasa Sansekerta disebut Antakunjarapada dapat dihubungkan dengan
pertapaan Kunjarakunja yang berada di India selatan di lereng Gunung
Kunjara, tempat kediaman Rsi Agastya yang sekarang disebut
Agastya-malai. Lingkungan sekitar pertapaan Kunjarakunja yang berada di
pegunungan di tepi aliran sungai Tamraparni yang diperkirakan menjadi
konsep penamaan pertapaan Goa Gajah. Arca Budha dan relief di pertapaan
agama Budha yang berada di seberang selatan sungai memiliki bentuk sama
dengan yang ada di Candi Borobudur. Berdasarkan bukti tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa pada abad ke 8 Masehi, Goa Gajah telah menjadi
kegiatan agama Budha, lebih tua dari peninggalan agama Siwa yang
terdapat di dalam gua itu sendiri. Peninggalan yang ada di dalam gua
seperti patung Ganesha, Trilingga dalam satu lapik dan tulisan Kadiri
Kwadrat pada dinding sebelah timur pintu masuk yang berbunyi "kumon sahy (w) angsa" yaitu tulisan yang berbentuk segi empat. Tulisan serupa juga ditemukan di Candi Padas Gunung Kawi yang berbunyi "haji lumahing jalu" dan pada candi di sebelahnya terdapat tulisan "rwa ta (a) nak ira".
Berdasarkan tipe tulisan ini diduga berasal dari abad ke 11 Masehi.
Atas dasar bukti-bukti itu dapat dikatakan bahwa Goa Gajah pada abad ke
11 Masehi sudah merupakan tempat kegiatan agama Siwa.
Relief yang terpahat di dinding muka Goa Gajah adalah pahatan yang
menyerupai alam pegunungan dengan berbagai pepohonan dan binatang yang
menandakan pertapaan itu berada di pegunungan dengan hutan yang lebat
dengan berbagai binatang, hal yang sama seperti pada pertapaan
Kunjarakunja di India selatan. Di atas lubang gua dihiasi pahatan kala
yang berfungsi untuk menjaga kesucian dan memberikan perlindungan
tempat pertapaan tersebut. Pada tahun 1923 Goa Gajah baru diketahui
keberadaannya di mana sebelumnya tertutup oleh semak belukar. Di dalam
Goa Gajah terdapat 13 ceruk, 4 ceruk berada pada lorong masuk dan
sisanya berada di dalam gua, yang berfungsi untuk menaruh arca pujaan
bersama alat-alat ritual. Arca Ganesha terletak di ceruk sebelah barat
dan arca Trilingga terletak di ceruk sebelah timur. Dewa Ganesha adalah
seorang putra Dewa Siwa, yaitu dewa penolak mara bahaya sehingga disebut
dewa Wighnapati. Selain itu juga disebut dewa kearifan dan dewa kebijaksanaan dan pada saat itu disebut Winayaka.
Dewa Ekadanta yaitu dewa yang bertaring satu karena satu taringnya
patah ketika dipakai senjata saat berperang melawan raksasa Nilarudraka.
Sikap duduk Dewa Ganesha yang mempertemukan jari-jari kakinya yang
disebut wirasana melambangkan keprawiraan, genitri atau tasbih
yang merupakan jalinan butir-butir ilmu pengetahuan. Patahan taring yang
ada di tangan kanan merupakan simbol patahnya keraksasaan dan mangkok
yang berisi air di tangan kiri yang dihisap dengan belalainya,
melambangkan bahwa ilmu pengetahuan harus dipelajari dan dicari.
Sedangkan parasu atau kapak merupakan untuk menolak bahaya. Sedangkan
Trilingga dalam satu lapik yang dikelilingi oleh 8 lingga kecil
merupakan inti pemujaan dewa Siwa dalam aspek vertikal, yaitu Dewa Siwa,
Sada Siwa, dan Parama Siwa. Delapan lingga kecil yang mengelilinginya
ditafsirkan sebagai simbol dari Astadewata yaitu delapan aspek dari Siwa
seperti dewa Iswara, dewa Brahma, dewa Mahadewa, dewa Wisnu, dewa
Mahesora, dewa Rudra, dewa Sangkara, dan dewa Sambu. Dan bila ditambah
satu lagi yaitu dewa Siwa ditengah-tengah maka akan menjadi Nawa Sanga Dewata.
Di bagian luar gua ini terdapat kolam dengan pancuran yang merupakan
tempat mengambil air suci untuk keperluan upacara. Kolam yang pada
mulanya tertimbun, baru ditemukan pada tahun 1954 oleh Krijgsman dari
Dinas Purbakala saat itu. Dan arca-arca yang terdapat pada pancuran
merupakan arca bidadari-bidadari yang mungkin jumlah sebenarnya ada 7
buah tetapi hanya ditemukan 5 buah. Arca-arca itu terbagi dalam 2
kelompok, yang masing-masing ada 3 pancuran berjejer dan satu di
tengah-tengah tidak ada. Tujuh pancuran sebagai tempat mengambil air
suci mengambil konsep 'sapta tirta' yaitu 7 air suci yang memiliki nilai kesucian sama dengan 'sapta nadi'
yaitu 7 sungai yang disucikan di India antara lain sungai Gangga,
sungai Sindhu, sungai Saraswati, sungai Yamuna, sungai Godawari, sungai
Serayu, dan sungai Darmada. Pada saat ini, peninggalan purbakala Goa
Gajah menjadi sebuah pura yaitu Pura Goa Gajah yang diayomi oleh
masyarakat setempat.
0 komentar:
Posting Komentar