Minggu, 21 Oktober 2012

WISATA GOA GAJAH BEDULU,GIANYAR

 GOA GAJAH

  
Obyek wisata Goa Gajah berada di desa Bedulu, kecamatan Blahbatuh, kabupaten Gianyar. Dari ibukota Denpasar, hanya menempuh waktu lebih kurang 45 menit atau berjarak sekitar 30 km kearah timur laut, berada di jalur jalan raya antara Ubud ke Kintamani.
Goa Gajah merupakan obyek wisata bersejarah berupa gua tempat pertapaan dan kegiatan agama Budha dan agama Siwa. Selain terdapat artefak-artefak bersejarah, obyek wisata ini memiliki pemandangan alam yang indah karena dikelilingi persawahan dan sungai kecil (pakung). Goa Gajah dibangun pada tepi jurang dari pertemuan sungai kecil yang airnya kemudian mengalir ke sungai Petanu. Karena pertemuan aliran dua buah sungai yang disebut "campuhan" dipandang memiliki nilai magis, maka tempat pertapaan tersebut dibangun.
Tempat pertapaan dan kegiatan agama Budha berada di seberang selatan sungai sedangkan di seberang utara sungai merupakan tempat pertapaan dan kegiatan agama Siwa. Asal-usul Goa Gajah belum dapat diketahui secara pasti. Menurut kitab Jawa Kuno, Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, nama Goa Gajah berasal dari kata "Lwa Gajah", Lwa berasal dari lwah atau loh yang berarti air atau sungai dan Gajah adalah nama sungai yang sekarang disebut sungai Petanu. Pendapat lain mengatakan nama Goa Gajah berasal dari arca Ganesha yang berada di dalam gua pada sudut barat laut di mana arca Ganesha tersebut kepalanya memakai belalai seperti gajah. Pada prasasti Dawan tahun 975 Saka dan prasasti Pandak Bandung menyebutkan nama pertapaan "Antakunjarapada". Bila ditinjau dari arti kata 'kunjara' yang berarti gajah, dan 'anta' yang berarti akhir atau batas, sedangkan 'pada' berarti tempat atau wilayah. Dengan demikian Antakunjarapada berarti tempat pertapaan yang terletak pada perbatasan wilayah Air Gajah, yang sekarang disebut Goa Gajah. Pertapaan Goa Gajah yang dalam bahasa Sansekerta disebut Antakunjarapada dapat dihubungkan dengan pertapaan Kunjarakunja yang berada di India selatan di lereng Gunung Kunjara, tempat kediaman Rsi Agastya yang sekarang disebut Agastya-malai. Lingkungan sekitar pertapaan Kunjarakunja yang berada di pegunungan di tepi aliran sungai Tamraparni yang diperkirakan menjadi konsep penamaan pertapaan Goa Gajah. Arca Budha dan relief di pertapaan agama Budha yang berada di seberang selatan sungai memiliki bentuk sama dengan yang ada di Candi Borobudur. Berdasarkan bukti tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pada abad ke 8 Masehi, Goa Gajah telah menjadi kegiatan agama Budha, lebih tua dari peninggalan agama Siwa yang terdapat di dalam gua itu sendiri. Peninggalan yang ada di dalam gua seperti patung Ganesha, Trilingga dalam satu lapik dan tulisan Kadiri Kwadrat pada dinding sebelah timur pintu masuk yang berbunyi "kumon sahy (w) angsa" yaitu tulisan yang berbentuk segi empat. Tulisan serupa juga ditemukan di Candi Padas Gunung Kawi yang berbunyi "haji lumahing jalu" dan pada candi di sebelahnya terdapat tulisan "rwa ta (a) nak ira". Berdasarkan tipe tulisan ini diduga berasal dari abad ke 11 Masehi. Atas dasar bukti-bukti itu dapat dikatakan bahwa Goa Gajah pada abad ke 11 Masehi sudah merupakan tempat kegiatan agama Siwa.
Relief yang terpahat di dinding muka Goa Gajah adalah pahatan yang menyerupai alam pegunungan dengan berbagai pepohonan dan binatang yang menandakan pertapaan itu berada di pegunungan dengan hutan yang lebat dengan berbagai binatang, hal yang sama seperti pada pertapaan Kunjarakunja di India selatan. Di atas lubang gua dihiasi pahatan kala yang berfungsi untuk menjaga kesucian dan memberikan perlindungan tempat pertapaan tersebut. Pada tahun 1923 Goa Gajah baru diketahui keberadaannya di mana sebelumnya tertutup oleh semak belukar. Di dalam Goa Gajah terdapat 13 ceruk, 4 ceruk berada pada lorong masuk dan sisanya berada di dalam gua, yang berfungsi untuk menaruh arca pujaan bersama alat-alat ritual. Arca Ganesha terletak di ceruk sebelah barat dan arca Trilingga terletak di ceruk sebelah timur. Dewa Ganesha adalah seorang putra Dewa Siwa, yaitu dewa penolak mara bahaya sehingga disebut dewa Wighnapati. Selain itu juga disebut dewa kearifan dan dewa kebijaksanaan dan pada saat itu disebut Winayaka. Dewa Ekadanta yaitu dewa yang bertaring satu karena satu taringnya patah ketika dipakai senjata saat berperang melawan raksasa Nilarudraka. Sikap duduk Dewa Ganesha yang mempertemukan jari-jari kakinya yang disebut wirasana melambangkan keprawiraan, genitri atau tasbih yang merupakan jalinan butir-butir ilmu pengetahuan. Patahan taring yang ada di tangan kanan merupakan simbol patahnya keraksasaan dan mangkok yang berisi air di tangan kiri yang dihisap dengan belalainya, melambangkan bahwa ilmu pengetahuan harus dipelajari dan dicari. Sedangkan parasu atau kapak merupakan untuk menolak bahaya. Sedangkan Trilingga dalam satu lapik yang dikelilingi oleh 8 lingga kecil merupakan inti pemujaan dewa Siwa dalam aspek vertikal, yaitu Dewa Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa. Delapan lingga kecil yang mengelilinginya ditafsirkan sebagai simbol dari Astadewata yaitu delapan aspek dari Siwa seperti dewa Iswara, dewa Brahma, dewa Mahadewa, dewa Wisnu, dewa Mahesora, dewa Rudra, dewa Sangkara, dan dewa Sambu. Dan bila ditambah satu lagi yaitu dewa Siwa ditengah-tengah maka akan menjadi Nawa Sanga Dewata.
Di bagian luar gua ini terdapat kolam dengan pancuran yang merupakan tempat mengambil air suci untuk keperluan upacara. Kolam yang pada mulanya tertimbun, baru ditemukan pada tahun 1954 oleh Krijgsman dari Dinas Purbakala saat itu. Dan arca-arca yang terdapat pada pancuran merupakan arca bidadari-bidadari yang mungkin jumlah sebenarnya ada 7 buah tetapi hanya ditemukan 5 buah. Arca-arca itu terbagi dalam 2 kelompok, yang masing-masing ada 3 pancuran berjejer dan satu di tengah-tengah tidak ada. Tujuh pancuran sebagai tempat mengambil air suci mengambil konsep 'sapta tirta' yaitu 7 air suci yang memiliki nilai kesucian sama dengan 'sapta nadi' yaitu 7 sungai yang disucikan di India antara lain sungai Gangga, sungai Sindhu, sungai Saraswati, sungai Yamuna, sungai Godawari, sungai Serayu, dan sungai Darmada. Pada saat ini, peninggalan purbakala Goa Gajah menjadi sebuah pura yaitu Pura Goa Gajah yang diayomi oleh masyarakat setempat.

0 komentar:

Posting Komentar